Ranbir Kapoor tidak menghasilkan awal yang paling menjanjikan buat karirnya menggunakan “Saawariya.” tetapi antara tahun 2008 dan 2013, laki-laki tersebut memberikan hits komersial serta/atau kritikal demi hits dalam bentuk “Wake Up Sid,” “Ajab Prem Ki Ghazab Ki Ghazab Kahani,” “Rocket Singh,” “Raajneeti,” “Rockstar ,” “Barfi!”, serta “Yeh Jawaani Hai Deewani.”
Tugas ini membuatnya menjadi galat satu bintang paling bankable pada industri serta favorit penggemar untuk mengambil kiprah yg berafiliasi. Segalanya sebagai rancu dengan “Besharam,” “Roy,” “Bombay Velvet,” serta “Jagga Jasoos.”
Tapi dia masih berhasil mengumpulkan beberapa kebanggaan menggunakan “Tamasha,” “Ae Dil Hai Mushkil” (secara finansial, hanya), serta “Sanju.” lalu dia jatuh asal peta, mungkin karena alasan pribadi. sekarang, beliau sudah balik ke layar lebar selesainya empat tahun yang panjang menggunakan “Shamshera,” serta comeback-nya suram.
“Shamshera” bukan hanya comeback buat Ranbir tetapi juga buat rekan penulis (beserta dengan Ekta Pathak Malhotra, penulis cerita Neelesh Misra dan Khila Bisht, dan penulis dialog Piyush Mishra) dan pengarah adegan Karan Malhotra sesudah tujuh tahun.
Cerita diatur di 1800-an dan berpusat di lebih kurang suku pejuang online game (Khameran) yang diusir berasal tanah mereka sang Mughal serta kemudian ditindas sang Inggris serta kasta atas “daroga” (inspektur), Shuddh Singh (Sanjay Dutt).
Akan tetapi penyelamat muncul di antara mereka, yg bernama Shamshera (Ranbir Kapoor). beliau membuat Inggris bertekuk lutut. Jadi, pada upaya buat menaklukkan dia dan Khameran, Shuddh menawarkan beliau konvensi yang kentara-jelas buruk menggunakan dalih memberi mereka kebebasan sejati.
Shamshera jatuh cinta padanya dan membawa Khameran ke masa depan yg suram. 25 tahun kemudian, putra Shamshera, Balli (juga Ranbir), lahir dengan kepingan di bahunya dan bercita-cita menjadi tentara pada pasukan Shuddh.
Yah, sejujurnya, terdapat sangat sedikit hal positif buat dibicarakan. Hal pertama yang terpuji wacana “Shamshera” ialah film ini mengangkat topik kasta. Ini menggambarkan bagaimana, selama masa penindasan, orang India akan menemukan cara lain buat menindas mereka sendiri sebab adanya sistem kasta.
Dan apa yg harus dilakukan orang-orang, yang dianggap asal kasta yang lebih rendah, untuk bertahan hayati, sementara mereka yg mengaku sebagai kasta atas terus menikmati kesenangan terbesar pada hidup.
Malhotra dan timnya tidak melakukan sesuatu yang signifikan menggunakan ini. Mereka sahih-sahih melupakannya untuk sebagian akbar runtime, sehingga membentuk kemenangan yg akhirnya dan bisa diprediksi tampak didesain-untuk.
Hal ke 2 artinya VFX. Ini layak untuk sebagian akbar. Hal ketiga serta terakhir artinya upaya untuk menghasilkan film terasa epik. asal Malhotra sampai sinematografer Anay Goswami hingga editor Shivkumar V. Panicker hingga desainer produksi Sumit Basu, semua orang mencoba maksimalisme. Apakah itu bekerja? tidak terlalu.